Senin, 30 Juni 2014

Kepingan Cerita : Putri.

Aku harap kamu membaca ini, coretan tinta dari hati terdalamku, rahasia yang tak sempat ku bagi denganmu ketika waktu dulu.

Putri, mungkin kamu akan mengatakan ini sangat klise, seperti anak laki-laki yang menyatakan cinta dengan membawa sekuntum bunga mawar merah kepada calon kekasihnya, seperti cerita percintaan lama dalam kisah romeo dan juliet. Tapi, aku akan terus terang walau kamu pasti akan tertawa.

Putri, aku sangat merindukan dirimu, terutama senyum manis dan cantikmu yang begitu bersinar layak rembulan di waktu malam. Yang entah kenapa, mampu mengusir ketakutan dan kegelapan dalam hatiku. Ya, kamu mampu melakukan itu, Putri. Mampu melakukan yang mustahil. Setiap inchi dari senyummu kan ku selalu rindukan.

Putri, bersediakah aku menggenggam tanganmu? Biarkan aku mengajakmu dan membawamu ke dalam dunia nostalgia tiga tahun sebelum semuanya berakhir. Akan kuputar balik waktu sekarang, agar mereka menjadi saksi betapa aku begitu menaruh harapan padamu, juga betapa mereka salah dengan mengolok-olok diriku bodoh. Dengan mengatakan bahwa aku hanya mengejar mimpi semu yang sia-sia, seperti awan fajar mengejar asap. Bukankah perkataan itu sangat menyakitkan?

Akan kukenang selalu dalam benak, saat-saat ku pertama kali bertemu denganmu. Aku masih bisa mencium aroma buku-buku perpustakaan, masih bisa mendengar kesunyian panjang yang tak berujung yang terkadang membuatku lepas akal. Kamu terduduk santai dipojok meja, dengan seragam sekolah yang dikeluarkan, kerudung hitam yang menjalar hingga dada. Matamu membaca serius novel Heart Shaped Box karya Joe Hill.

Meskipun dunia serta pikiranmu sudah lama tertelan dan terikat dalam uraian  kata-kata indah sang maestro, tapi kamu masih menyadari kehadiranku saat aku terdiam di sampingmu, berdiri kikuk seperti orang bodoh karena pesonamu.

"Hei, kamu mau pinjam buku ini? Entar dulu yah, aku belum selesai." Suaramu yang tiba-tiba membuatku salah tingkah, aliran darah melonjak naik sehingga aku tak mampu merangkai sebuah jawaban. Namun kamu menyelamatkanku, dengan memukul-mukul bantalan kursi dengan telapak tangan kiri di sampingmu. "Duduk aja dulu, kamu engga perlu berdiri, nanti kaki kamu gempor lagi. Baru deh tahu rasa. Udah buruan duduk, aku juga masih di halaman awal."

Aku tak mampu berkata apa-apa, tak mampu berkata "Oh, makasih," atau "Ah, iya kamu baik sekali."

Karena, seperti Putri yang tertelan dan terikat oleh rangkaian kata-kata, aku juga merasa terhipnotis ketika kami saling membalas tatapan. Pada momen itu aku merasa waktu seolah berhenti berdetik, awan berhenti bergerak mengintari bumi, dan serangga taman di luar berhenti bersenandung. Hanya matamu yang berwarna hitam arang bercampur setetes coklat kayu yang begitu berkesan hangat, ramah dan menghanyutkan diriku dalam perasaan yang tidak begitu kumengerti.

Tubuhku kemudian tiba-tiba bergidik seperti orang yang baru melihat hantu, atau seperti orang akan menghadapi ketakutannya. Aku tak begitu tahu mengapa perasaan itu datang, tapi aku juga tak bisa lepas dari perasaan itu, seolah ada rantai tak kasat mata yang membelenggu diriku.

"Hei, buruan duduk. Jangan berdiri melulu." Putri membangunkan otot-otot yang tadinya jatuh kaku seperti pelari yang tidak merelekskan kakinya sehabis berlari.

Saat aku terduduk diam dan canggung di sampingmu, kamu tiba-tiba mencairkan suasana dengan tawa riangmu. "Hei, kid, kamu percaya sama hantu engga?"

"Aku tidak tahu." Aku menjawab pertanyaanmu dengan jawaban paling simpel yang bisa ku rangkai.

Kamu malah tersenyum, seperti sudah mengharapkan jawaban kikuk itu dariku. "Seharusnya kamu percaya. Soalnya hantu itu emang beneran ada lho. Kamu tahu ga sih cerita angker di perpustakaan ini?" Sebelum aku sempat menjawab, kamu malah meneruskan bercerita. "Konon katanya, seandainya kamu baca buku horor sampai menjelang magrib dan duduk disini, ditempat aku duduk sekarang. Kamu bakal merasakan desiran angin dingin yang sangat menusuk, padahal engga ada AC disini. Terus, saat kamu merasa sudah cukup dan ingin keluar dari sini, di balik pintu kamu akan bertemu dengan pengurus perpustakaan yang sudah mati.  Katanya sih, dia meninggal karena bunuh diri dengan menyayat tangannya di bath tub. Darah akan menetes deras dari pergelangan tangannya saat dia mencoba mencekikmu hingga ... Hingga kamu tersesak dan mati!" Perpustakaan menjadi ramai sesaat, tapi hanya ada kamu dan aku, serta ibu perpustakaan yang tengah tertidur di mejanya.

Aku menarik napas, entah kenapa ceritamu mendadak mengusik pikiranku. Kamu kemudian tersenyum dan menepuk-nepuk bahuku sambil berkata, "Aku cuma bercanda kok. Engga perlu takut kaya gitu." Kamu tertawa puas dengan selera humormu yang aneh. Tapi itulah keunikan kamu, Putri.

"Hei, aku bisa menebak kalau kamu suka sama novel fiksi dan pemberontakan yah." kamu menaikkan sebelah alis sementara alis satunya menurun. Jujur aku kaget dan sekaligus takut saat mengetahui kamu bisa "menebak" apa kesukaanku dengan tepat, dan ketika aku bertanya bagaimana caranya kamu tahu, kamu dengan polos menunjuk pin yang ada di tas sampingku. "Itu pin mocking jay dari novel Hunger Games karya Suzan Collins 'kan? Aku sudah membaca semua bukunya. Aku selalu suka imajinasinya Suzan. Sangat ... Berbeda."

Aku melirik tasku dan lupa kalau ada pin mocking jay yang baru aku dapatkan dari hasil kumpul-kumpul dengan sesama penyuka Hunger Games. Pantas saja kamu bisa menebaknya, tidak diperlukan orang pintar atau dukun untuk menghubungkan arti pin ini dengan novelnya.

"Apa kamu suka novel cinta?" kamu tiba-tiba bertanya dan aku tak bisa menahan untuk tidak menganggukkan kepala. Tapi kamu mendadak menatap kosong kedepan, seolah jawabanku tidak tepat. "Aku tidak suka. Dan menurutku kisah percintaan hanya membuat hati yang tak bisa mendapat cinta menjadi semakin berharap hingga akhirnya mereka menyadari bahwa impian yang mereka kejar hanyalah angan belaka. Seperti cerita Ugly and The Beast, atau Hunchback of Norte Dame. Mana ada orang yang mau berakhir dengan pasangan yang buruk rupa atau fisik tidak sempurna. Mereka semua maunya berakhir dengan seorang pangeran tampan atau putri cantik. Itu impian semua orang. Realita memang kejam tapi inilah adanya. Jika kamu mengira kehidupan nyata itu selaras dengan kehidupan cerita, kamu sungguh salah. Dan aku benar-benar minta maaf jika jawabanku membuatmu kecewa."

Saat itu aku bisa melihat wajahmu memerah, matamu terbakar hebat seakan api yang baru di siram oleh bensin. Aku tak tahu apa yang membuatmu begitu kesal, tapi aku juga tak ingin bertanya. Ketika aku menoleh darimu, kamu tiba-tiba menjawab pertanyaan yang tak kuungkapkan. "Orangtuaku berpisah karena mempercayai bahwa cinta mereka akan selalu abadi. Bahwa tak ada perkelahian yang bisa memadamkan cinta mereka, sama seperti dalam dongeng atau novel cinta. Tapi ketika ibuku menjadi tua dan tak secantik dulu, Ayahku berselingkuh dengan kakak Ibuku,  jalan kisah indah mereka langsung kandas. Tidak ada peringatan atau apapun. Langsung habis  ... selesai seperti hantaman tsunami atau gempa bumi." Kamu saat itu tampak kesal sehingga rasanya kamu bisa menghancurkan dunia dengan amarahmu. Tapi di balik matamu yang berapi-api, aku bisa melihat cerita kesedihan dalam semua ini. "Bajingan itu! Gara-gara perselingkuhan Ayah, Ibuku terkasih menjadi stress dan tak tahu harus melakukan apa. Hingga akhirnya ... dia memutuskan untuk mengakhiri cerita manis yang berubah pahit ini, untuk menyelesaikan kisah mereka selamanya dengan cara menyayat urat nadinya di dalam bath tub."

Suasana mendadak hening untuk sesaat dan aku dapat mendengar dengkuran si pengurus perpustakaan di antara hembusan napasmu yang berat diwarnai isak tangis.

"Banyak orang begitu bahagia karena kedua orangtuanya bersama. Sedangkan aku hanya sendirian dalam dunia kejam penuh sandiwara ini, menghabiskan waktu-waktuku hanya dengan membaca buku novel. Membayangkan aku adalah tokoh utama dalam cerita itu. Karena hanya itu yang bisa membuatku terlepas dari masalah ini, walau untuk sejenak, itu tetaplah berharga. Dan jika aku bisa, aku berani menukar kehidupan ini demi hidup dalam cerita novel, yang selalu berakhir dengan bahagia. Tapi aku tahu itu mustahil." Kamu kemudian terdiam demi menarik napas panjang. "Dan biar aku kasih tahu sesuatu. Orang yang mengatakan cinta itu tak kenal mati dan bakal terus hidup bahagia dan abadi, jelas-jelas hidup dalam dongeng cinta. Karena realitanya, perasaan cinta paling tulus juga pada akhirnya akan padam dan digantikan oleh mimpi buruk."

Setelah percakapan singkat itu, aku menjadi lebih mengenal siapa sosok dirimu, Putri. Kamu telah bertahan hidup dari semua mimpi buruk yang ditumpahkan oleh Tuhan. Dan kamu berhak mengatakan bahwa Tuhan tidak adil, berhak meminta apa yang kamu impikan. Dibalik sifat cerianya, tersimpan kesedihan yang begitu pekat. Dan sekarang aku mempelajari satu hal, bahwa orang yang paling terlihat riang dan tersenyum terus, walau seberat apapun kondisinya, adalah orang yang paling menderita.

END CHAPTER ONE.

Kamis, 26 Juni 2014

Creativity beats logic.

Hai semuanyaaa :-)

Gimana kabar kalian semua? apakah baik-baik saja? Apakah kalian sudah menemukan jodoh kalian? Apakah jodohmu adalah orang yang kamu puja-puja? Kalau yang belum, tenang ajaa masih banyak badak-badak di cagar alam *metafora yang salah*

Oii para pembaca, kalian pernah denger kata-kata ini ga sih ...

Succes is 99% creativity and 1% logic.

Kalau yang conge belum pernah denger, gue kasih tau itu adalah kutipan dari bapak fisika kita semua, mister albert einstein. Pertama kali pas kelas satu dismakbo, gue pikir gini, "geloo masa sih sukses gitu? Masa sih logika kalah telak dibandingkan kreativitas?"

Ho oh, gue awalnya juga bingung tapi untungnya otak gue kaga jadi mendadak bego, gue mikir lagi tuh dan ternyata ... Ucapan kakek albert itu bener banget.

Dalam dunia yang sudah serba canggih, serba cepat *tapi nyari pacar mah tetep weh lelet* kita mampu melakukan yang mustahil.  Dari para pemikir yang menyatakan bahwa tidak mungkin manusia bisa membelah atom, dan memimpikan itu hanyalah khayalan orang bodoh saja. Ternyata, dalam abad ke 20 puluh ini kita mampu melakukan apa yang menurut mereka mustahil.

For me, gue lebih menghormati orang yang kreatif, yang mampu memecahkan masalah rumit dengan kemampuan kreatifnya. karena, bukankah karena kreatifitas kita punya apa yang kita miliki sekarang?

We came a long way people. A lot of the times it's good to think out of the box, and that's what they mean by creativity.. do not be someone who is enslaved by logic.