Minggu, 12 Juli 2015

AR :)

Teruntuk Kekasihku tercinta, Ratih Dewi Sujana.

Apa kamu tahu? Di dinginnya malam kota Jakarta, aku jadi teringat setiap momen berharga yang aku lalui bersamamu. Ditemani segelas teh manis panas yang menghangatkan tubuh, aku mulai menuliskan cerita pendek ini.

Ratih, apa kamu tahu? Saat pertama kali aku mengenalmu, hidupku dalam sekejap jadi lebih berwarna. Ya, kamu mampu menambahkan goresan warna dalam kanvasku yang semula kosong. Aku ingat saat kita pertama kali bertemu. Aku berdiri sambil membaca buku komik Naruto saat menunggu kedatanganmu. Saat itu aku tidak begitu tahu seperti apa sifatmu, seberapa tinggi badanmu, tapi hatiku begitu antusias ingin bertemu denganmu. Bila aku boleh berkata jujur, jantungku berdegup kencang saat menunggumu. Detik demi detik berlalu dan kamu tak kunjung datang juga. Tapi aku tetap berdiri di tempatku, tak bergerak dari sana sembari mataku melirik kekiri dan kanan, berusaha mencarimu.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara pertama yang keluar  dari mulutmu.

“Hai” kamu berkata. Kata singkat itu dihiasi dengan senyuman yang begitu menawan dan ayunan tangan yang ramah.

Respon pertamaku supel, aku tak mampu merangkai kata balasan yang cukup memikat. “Pendek juga yah,” kataku sambil berdiri di sampingnya, mengukur perbandingan tinggiku denganmu. Seharusnya aku mengomentari soal pakaian yang kamu kenakan hari itu, tapi menurutku itu sedikit klise.
Kamu langsung tertawa riang, suasana langsung menjadi cair. Pada momen singkat inilah, aku jatuh cinta kepadamu. Boleh di bilang aku adalah orang yang kaku jika pertama kali bertemu dengan perempuan, tapi denganmu, aku langsung merasa nyaman, merasa bahwa kamulah tempat terbaikku untuk pulang.

Namun, dalam setiap putih akan selalu ada hitam. Beberapa hari setelah kita bertemu, kamu mengeluh menangis setiap malam. Saat aku bertanya mengapa, kamu menutup hatimu rapat-rapat, seakan tak ada seorang pun yang boleh memasuki koridor rahasia hatimu. Maka, yang bisa aku lakukan hanyalah memberimu waktuku, semangatku, dan pundakku untuk menangis.

Namun sekuat-kuatnya seseorang menahan kepedihan hatinya, akhirnya dia akan jatuh juga. Kamu menangis dan menceritakan semuanya padaku, lalu memintaku untuk bertemu denganmu. Maka aku melakukannya, tanpa berfikir panjang. Instingku berkata aku harus ada untukmu, menemanimu saat harimu berubah kelam.

Kamu harus tahu, malam sebelum kita bertemu, aku bingung harus melakukan apa esok. Atau apakah aku harus merangkulmu saat kamu meledak dalam tangisan atau tidak. Tapi aku melakukan apa yang seorang muslim biasa lakukan saat kebingungan. Aku shalat dan berdoa.

Dari sana aku belajar bahwa kita harus selalu serahkan semuanya pada kekuatan doa. Setelah bertemu denganku, kamu langsung menjadi tenang. Dan kamu jatuh hati padaku. Namun aku tahu belum sepenuhnya, tapi paling tidak aku mampu memasuki celah-celah pintu hatimu yang semula tertutup rapat.

Kita kian dekat, dan rasa dalam hatiku semakin tumbuh, begitu juga denganmu. Kita melewati bulan demi bulan dalam kebahagiaan. Namun tak jarang jua kamu menangisi masa lalumu, dan aku harus selalu memutar otak mencari ide-ide baru untuk membuatmu lupa dengan lembaran masa lalu hidupmu itu.

Menghiburmu tidak mudah. Selalu membutuhkan ide yang fresh.

Sering kali berhasil … tak jarang juga gagal.

Hingga suatu saat aku tak mampu membuatmu lupa, dan kamu terlepas dari rangkulanku begitu saja. Walau kamu tidak memberitahu alasan sebenarnya mengapa kamu ingin mengakhiri masa-masa indah kita, tapi aku sudah tahu. Aku tak bisa memaksamu terus bersamaku saat fikiran serta hatimu masih menetap pada masa lalumu.

Tapi aku adalah orang yang gigih dan tak mudah menyerah. Walaupun hatimu mengantung tak menentu di dinding hati orang lain yang tidak begitu menghargai perasaanmu, tapi aku enggan pergi dan terus berdiri di belakangmu. Siap mengangkatmu kala kamu menangis, siap memayungimu kala harimu menjadi mendung, siap menenangkanmu kala kamu gelisah. Siap memperjuangkan kamu.
Butuh waktu yang lama agar kamu menyadari itu.

Kamu mungkin tidak tahu, setiap malam, aku terus menangis dan berdoa agar kamu cepat menyadari keberadaanku. Aku disini, setia menunggu, siap menerima kamu kembali dalam pelukanku.
Tapi pada akhirnya, kamu jatuh hati sepenuhnya padaku. Kamu menutup masa lalumu, dan siap menuliskan kisah masa depanmu bersamaku. Dan itu merupakan momen paling berharga dalam hidupku.

Dan hingga kini kita masih bersama. Berdiri sama kuat, berpijak pada cinta yang terbentuk kokoh dari nol. Saling mencintai, saling merindukan. Dalam setiap kesibukan pun, aku selalu mendoakan kebaikan dan keselamatan untukmu. Tapi ada-ada saja yang membuatmu ingat lagi pada masa lalumu, aku sempat kesal karena aku sudah berusaha sekeras tenaga untuk membuatmu lupa. Tapi tak apa, selama aku mampu, aku akan terus memperjuangkanmu hingga mimpi kita tercapai.

My Princess, we make many beautiful and happy memories together. We have a common goal.  Every love story is beautiful, but ours is my favourite one. There will alwayas be people who hate us, mock us, joke us, we cannot please everyone, but for me, your happiness is my top priority. Yakinlah padaku bahwa aku akan menikahimu. Buanglah kata-kata orang yang membuatmu ragu. Trust me with all your heart, that’s all I need J

Ratih Dewi Sujana. Labuhkan perahumu dalam dermaga hatiku. Waktu berlayarmu sudah berakhir, sudah cukup kamu menantang badai dan mengarungi lautan. Sudah cukup! Kamu sudah menemukan tujuanmu terakhirmu. Angkat jangkarmu, ikat tali hatimu pada hatiku. Dermaga hatiku memang tak terbuat dari emas atau perak atau logam malah lainnya, tapi ia terbuat dari kelembuatan dan keramahan yang tulus, yang jauh lebih berharga dari logam mulia apapun. Istirahatlah dalam dermaga hatiku.

I cried when I wrote this …

Love me without fear.
Trust me without doubt.
Love me without restrictions.
Want me without demand
Accept me how I am
Love me to the fullest

I love you,

Alfi Nurzaki