Rabu, 07 Januari 2015
Chapter A : Death at Home.
Kamis, 11 Desember 2014
Ramblings
Here I am again, writing down what hasn't been written. People say you always create your own history. Some believed it, but some do not, For me, history can only be made if you have the will to do so, you cannot create anything while sitting on your ass. You have to move, develop into something greater, evolve.
I am here to create my own history, to become my ownself, to be better than today.
To be honest, thinking all of this makes me a bit miss. Yes, I miss her so much. I have always did what I can to reach her, but the more I reach, the further she os. Maybe, we are not meant to be. All I ever hoped and dreamed of, maybe is just some delusional fairytale that is lost and long gone in the mist, taken away by something called separation.
Honesty, separation ia what I do not intend to do. I gave myself a promise that something I would fond her and love her one last time. But, will she love me back? Will the heart be persuaded by something called effort?
The history of my life, until now, has been with her. She is something special that no other person can replace. I miss the past, very well miss it. And I refuse to believe that the past should be forgotten, because what if the place you want to be in is in the past? I refuse to believe that saying, those words, I think are made by people who doesn't want to remember.
Because to face the past is to endure long time sickness. Whether it is heart broken, or problems from the past that you aren't willing to repeat.
But, willing or not we should all fave the truth of the present; she is long gone, memories we made are gone, a new heart may so be .... Struck her. I don't know. I've been in this terrifying situation. I've been heart broken, but am I ready for another one?
Half of me said I can, but the other half whispers, "you are better off dead."
It's like what john legend said in his lyrics, "cause all of me, loves all of you," ever felt this? Loving all of her flaws, forgotten all of her mistakes which once desolate you?
Yet again, I am unable to grasp the full understanding of how love works. There is no procedure. One day, I am just a regular friend, by the next day roses bloom in my heart. Is it that simple, to metamorphosize something ordinary into something special? But, it's funny how it works, none can predict when or how they would fall in love.
Today, I miss you....
Minggu, 16 November 2014
Internship, 2nd week
Rabu, 15 Oktober 2014
Kepingan cerita : Maldeva
"Kamu tahu, apa makna dari takut?" Aku masih ingat pertanyaan itu, yang mendadak kau angkat saat kau dan aku duduk berdua di bawah bayangan pohon cemara, basahnya rumput terasa di jemariku.
"Tidak tahu," aku menjawab. Kau tersenyum dan menatap mataku. Melihatmu, aku tak perlu memikirkan jawabannya, karena selama ada kamu, aku tak kan merasakan takut.
Maldeva hanya menatapku selama beberapa detik yang panjang, lalu tersenyum sambil berkata, "Kehilangan orang yang selama ini kau cintai, itulah makna takut. Takut adalah menghindari kenyataan pahit yang menimpamu, meakukan apapun agar menghindar dari kenyataan pahit itu."
Aku mengerutkan alis, tak mengerti kemana arah tujuan pembicaraan ini. Tapi, melihat sinar matanya sedikit padam, aku mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kurasa ... Kita harus berpisah," kata Maldeva, mengagetkanku. "
Kepingan cerita : Putri (2)
Bila hidup mengajarkanku sesuatu, yaitu aku tak boleh meremehkan apa yang Tuhan berikan padaku. Namun, harus selalu kuingat bahwa semua yang ada akan kembali lagi padaNya.
Putri sampai sekarang tak mengerti mengapa semuanya berlalu begitu cepat, seperti alir angin yang berhembus singkat. Berdiri bersamaku, Putri mengacungkan jarinya, menempatkannya pada bibirku. "Tak usah berkata apa-apa. Seandainya kamu memang memiliki perasaan terhadapku, lebih baik tak usah kau ungkapkan sebelum kau betul-betul yakin. Dunia ini suatu saat akan berhenti berputar, tapi aku harap kau tak kan pernah berhenti mencintaiku."
Aku terbisu oleh tatapan matanya yang sayu, lidahku mendadak kelu. Aku pingin bertanya apakah dia memang memiliki perasaan yang sama terhadapku. Apakah dia mencintaiku kembali. Tapi ... Entah kenapa aku tak mampu.
"Jika hatimu itu memang diperuntukkan untuk aku, maka aku tak perlu khawatir. Karena ... Aku percaya, hati yang ditakdirkan untuk bersatu akan selalu menemukan jalan pulangnya, walau sudah menempuh jarak jauh sekalipun." Putri berkata. "Jika memang kita ditakdirkan untuk bersama, kita pasti menemukan jalan untuk kembali pada pelukkan masing-masing. Tapi, kau harus berjanji padaku, bahwa kau tak akan menyumpah benci jika takdir yang tertulis untuk kita berbeda dari harapanmu."
Kepalaku mengangguk tanpa sadar, menjanjikan sesuatu yang sesungguhnya tak bisa kupegang.
"Bagus," kata Putri. "Harapan yang belum pasti sebaiknya jangan terlalu di pegang, aku pernah merasakan bagaimana remuknya hatiku saat menemukan masa depanku begitu berbeda."
Namun, aku tak setuju denganmu, Putri. Bila kau berhenti tuk berharap, maka apa yang sebenarnya ingin kau gapai di dunia ini. Biarlah sebuah harapan tumbuh mekar dalam hatimu, agar kau selalu tahu bahwa kau berjuang untuk sesuatu, mempunyai alasan agar kau tak kan berhenti berusaha. Aku tak punya keberanian tuk mengatakan kata-kata itu. Karena aku merasa ... Kau yang lebih tahu soal harapan ... tahu bagaimana sakitnya sebuah harapan itu ketimbang diriku.
"Mau aku beritahu sesuatu?" Putri tiba-tiba bertanya, matanya menatap tepat bola mataku. Aku pun mengangguk kikuk. "Apa kau tahu alasan mengapa langit sering menangis?"
"Tidak ... Aku tidak tahu." Kataku seadanya.
Putri tersenyum simpul saat berkata, "Karena langit selalu merasa sendirian, ia pernah berharap ingin seperti rembulan yang bersinar ditemani bintang-bintang. Pernah berharap menjadi sungai yang mengikuti arus tenang yang menjadi sumber kehidupan. Pernah berharap ingin menjadi bunga mawar yang mengeluarkan harum romansa yang menyatukan adam dan hawa. Pernah berharap menjadi alasan atas tersenyumnya orang-orang di bumi. Maka langit menangis karena ia tak mungkin bisa seperti apa yang ia inginkan. Jika air matanya jatuh mengenai kita, kita pun akan mencercanya, membencinya, yang semakin membuat langit menangis. Tapi ... Langit tak pernah meninggalkan kita. Ia selalu di atas sana, berusaha melindungi kita biar pun kita menganggapnya remeh. Pada kenyataannya, jika tak ada langit, maka segala sesuatu yang kita lihat saat ini, tak mungkin ada."
Aku terdiam. Tak mengerti alasan mengapa Putri tiba-tiba mengatakan demikian. Ketika aku bertanya, dia pun menjawabku dengan senyuman sedih.
"Aku ingin kau seperti langit, yang tak akan meninggalkan aku meski aku membencimu. Aku ingin kau seperti langit, yang rela berkorban apapun demi mempertahankan senyum di wajahku," kata Putri lirih. "Aku ingin kau seperti langit, yang akan selalu menemaniku di saat aku merasa tersia-siakan..."